Kebijakan dari pemerintah guna menaikan harga bahan bakar minyak (BBM) ini dianggap sebagai kebijakan cepat dan tidak efesien. Heri Budianto, seorang Pakar Komunikasi Politik Universitas Mercubuana mempertanyakan tentang hal mengapa Pemerintah memilih kebijakan seperti ini yang tidak popular itu daripada merivisi Anggaran Pendapat Belanja Negara (APBN) yang defisit.
"Kenapa kebijakan seperti ini harus diambil sebagai satu tindakan, sedangkan APBN yang mengalami defisit bisa direvisi," Seperti yang dikatakan Heri dalam diskusi yang bertajuk "Berebut Berkah Subsidi" yang diadakan di Jakarta, pada hari Sabtu (15/6)
Dia juga mengatakan, alangkah baiknya Pemerintah bekerja lebih giat lagi untuk memanfaatkan penerimaan pajak. Ini menurutnya, bisa dilakukan dengan memberantas mafia pajak, mengurangi praktek tindak pidana korupsi yang membuat kas Negara dapat selalu terisi dari pengembalian uang kerugian Negara atau dari pembayaran pajak yang terhutang.
“Membasmi mafia pajak, menekan korupsi, itu mungkin capek, tapi poinnya akan mendapatkan efek yang lebih besar dibandingkan dengan menaikan harga BBM,” ujarnya.
Pandangan seirama juga disampaikan para anggota Dewan Perwakilan Rakyat fraksi PDIP Maruarar Sirait. Sejak awal, partai kami memanglah menampik gagasan pemerintah untuk menaikkan harga BBM tersebut. Maruarar lalu menyebutkan, fraksinya mengusulkan jalan keluar lain dengan menambah pos-pos penerimaan serta lakukan penghematan. Contohnya, lanjut Maruarar, mengurangi buaya perjalanan dinas yang mengonsumsi biaya cukup besar.
“Ayo naikkan biaya bea keluar batu bara, 40 triliun rupiah per tahun, kita naikkan tarif cukai untuk alkohol, minuman bersoda, rokok. Satu saja merek rokok 20 miliar batang per tahun, dinaikan 100 perak saja telah bisa mendapatkan pendaptan sebesar 2 triliun rupiah, saya beri dukungan ke Presiden bila iamenaikan tarif cukai, bea keluar, serta penghematan, ” paparnya.
Disamping itu, Heri menyoroti gagasan pemerintah untuk menyalurkan kompensasi kenaikan BBM dalam empat pilihan, yaitu Bantuan Siswa Miskin (BSM), Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM), Program Keluarga Harapan (PKH), serta beras miskin. Menurut Heri, kompensasi yang diberikan tersebut tidak mendidik masyarakat serta condong digunakan sebagai instrument politik partai merebut simpatik masyarakat. dia juga mencemaskan pendistribusian kompensasi tersebut akan bermasalah di waktu mendatang.
Comments
Post a Comment